SWARANG PATANG STUMANG

Banjir Lebong Landa 13 Desa


15 mei 2009. Berdasarkan hasil pendataan Satlak PBA Lebong, tak ada korban jiwa dalam bencana itu. Namun 5 rumah hanyut diseret air bah. Banjir itu juga menyebabkan 2 sekolah rusak. Dua sekolah itu diketahui SDN 1 Semelako dan SMPN 2 Semelako, Lebong Tengah.

Diketahui, desa terendam banjir di Lebong Utara adalah Desa Talang Ulu, Desa Kampung Muara Aman, Desa Lebong Donok dan Kelurahan Pasar Muara Aman. Di Kecamatan Amen, desa Desa Muara Aman. Sedangkan di Lebong Tengah ada 8 desa yaitu Semelako, Tanjung Bunga, Payaembik, Karang Anyar, Muara Ketayu, Pagar Agung, Embong Panjang dan Talang Sakti.

Banjir melanda 4 desa di LU dan 1 desa di Amen berasal dari sungai Amen. Sungai ini bertemu dengan Sungai Air Kotok sehingga airnya meluber dan membanjiri Desa Lebong Donok dan Kelurahan Pasar Muara Aman–persisnya kawasan Pasar Melintang.
Sementara di Lebong Tengah, banjir yang melanda rumah warga berasal dari Sungai (Bioa) Nge’ai Semelako. Sumber air Bioa Nge’ai itu dari gunung Cawang, yang kini menjadi areal perkebunan warga.

Sejauh ini banjir sudah mulai surut. Pasca banjir, warga tampak sibuk membersihkan lumpur dan sampah yang dibawa banjir. Saya terpaksa izin tak masuk kantor karena harus membantu keluarga membersihkan sampah dan lumpur akibat banjir kemarin, ujar seorang pejabat Pemkab.

Tak cuma warga yang sibuk bersih-bersih. Puluhan siswa juga tampak sibuk membersihkan ruang kelas mereka yang kotor digenangi air dan lumpur. Pemandangan itu terjadi di SDN 1 Semelako dan SMPN 2 Semelako.
Hari ini proses dan kegiatan belajar-mengajar (KBM) tak bisa berjalan seperti biasa. Anak-anak dan guru harus gotong-royong membersihkan kelas. Saya kira, besok (hari ini, red), KBM juga belum bisa efektif, ujar Kepala SDN 1 Semelako Hj Herawati ZA Ama Pd yang ditemui BE di ruang kerjanya.

Camat LU Fahrurrozi SSos dan Camat LT Drs Hosen Basri yang ditemui terpisah menyebut lima rumah warga yang hanyut itu masing-masing tiga di LU dan 2 di LT.Dua di Semelako masing-masing milik orang tua Nasution dan Nurdin alias Maneng. Dapur rumah mereka hanyut dibawa arus banjir, kata Hosen Basri.

Bupati Lebong Drs H Dalhadi Umar BSc melalui Sekkab Zainul Amin Yasik SE mengatakan pihaknya belum merinci kerugian materiil yang ditimbulkan banjir. Meski laporan kerusakan dan kerugian sementara sudah disampaikan para camat, namun laporan itu masih perlu diverifikasi.

Kami sudah menurunkan Dinas PU, Dinas Sosial, Kesbangpol dan para camat untuk mendata sekaligus merinci secara tepat kerusakan dan kerugian yang diderita warga. Nanti direkap lagi untuk kemudian dirumuskan langkah-langkah apa yang harus dilakukan, kata Amin, sapaan Zainul Amin Yasik.

Zainul mengimbau masyarakat untuk tetap waspda. Sebab, hujan yang masih kerap turun menjelang sore hingga malam, masih berpotensi menyebabkan banjir. Terutama warga yang rumahnya berada di pinggir sungai, kata Amin.

Bronjong
Wakil Ketua II DPRD Lebong Ir Amrozi Ishak, yang rumahnya juga tak luput dari hantaman banjir, meminta Pemkab Lebong melalui Dinas PU untuk merealisasikan permintaan warga Desa Semelako, yakni membangun bronjong di sepanjang aliran sungai Nge’ai sebagai salah satu cara meminimalkan ancaman banjir. Bronjong itu salah satu solusi agar ke depan, banjir tidak meluber ke rumah-rumah penduduk, kata dia.

Sementara kades Semelako Ir Akwaluddin mengatakan, selain bronjong, Pemkab juga perlu membangun kembali jembatan Semelako. Sebab, salah satu pondasi/penyangga jembatan yang ada kini ditengarai ikut memicu air banjir meluber ke jalan raya dan rumah warga.

Ada satu penyangga yang letaknya persis di tengah. Ukurannya juga relatif besar sehingga batang
kayu atau bambu kerap menumpuk dan membuat aliran air tidak lancar lantas mengalir ke jalan dan rumah di sekitar sungai, ujar Akwaluddin.

Rutin
Bagi masyarakat Lebong, terutama yang tinggal di sepanjang pinggir sungai, bencana banjir, agaknya, bukan lagi ancaman yang menakutkan. Terbukti, meski berkali-kali dihantam derasnya air, tak banyak yang memilih meninggalkan rumah, misalnya pindah ke wilayah yang jauh dari bibir sungai. Bahkan banjir yang datang secara periodik, mengajarkan mereka cara luput dari maut.

Seingat saya, banjir besar di desa ini terjadi kelang 5-6 tahun sekali. Paling lama 10 tahun sekali. Sudah rutin begitu, kata Ir Akwaluddin, Kades Semelako.
Pengakuan serupa juga diungkap Hj Herawati ZA, Ama Pd, warga Semelako yang kini menjabat kepala SD 01 Semelako, Lebong Tengah. Yang lalu-lalu lebih parah dari yang kemarin, tambah ibu paruh baya itu mengenang.

Bencana banjir dua hari lalu, kata Akwaluddin, memang merusak dua rumah warganya. Belasan warga lainnya juga menderita kerugian materiil bernilai puluhan juta rupiah. Mereka kehilangan ternak unggas dan ikan. Semuanya lenyap disapu air banjir. Puluhan hektar sawah yang baru sebulan ditanami padi juga rusak. Ada yang tertimbun koral. Ada juga yang hanyut, kata dia.

Saya sendiri kehilangan 20 ribu bibit ikan mas yang saya titip di kolam tetangga bernama Satilah, ujar Samsu Komar, Kaur Umum Desa Semelako yang ditemui terpisah saat mendata rumah warga yang rusak diterjang banjir. Dalam laporan yang disampaikan ke kantor desa, Satillah merugi Rp 4,5 juta.

Nurdin alias Kameng (70), warga setempat, menuturkan, sebelum banjir menghanyutkan dapur rumah berikut tungku masak dan perabotan dapur lainnya, ia baru saja pulang dari sawah. Kini memang masa-masa turun ke sawah. Sudah sebulan ini menanam padi, cerita Kameng usai menunjukkan kondisi rumahnya yang berjarak kurang lima meter dari bibir sungai Ngeai Semelako.

Dihimpit Tembok
Menurut Akwaluddin, saat banjir besar 2002 lalu, seorang warga desanya tewas setelah hanyut terbawa arus. Warga tewas itu menjadi korban saat menyeberang sungai yang tiba-tiba banjir. Rabu lalu, memang ada seorang warga bernama Suhaidi alias Dedek (28) yang sempat hanyut saat mencoba menjebol tembok pagar untuk memuluskan aliran air banjir. Ia selamat. Meski kakinya sempat dihimpit tembok. Ia juga sudah dirujuk ke rumah sakit, terang kades.

Dikatakan Akwaluddin, meski banjir kemarin membuat tiga desa, Semelako, Karang Anyar dan Tanjung Bunga, seperti danau, tak ada korban jiwa yang diakibatkannya. Karena sudah sering banjir, kami tahu tanda-tandanya. Supaya tidak menjadi korban, kalau hujan di gunung, air sungai keruh, warga menjauh dari sungai. Orang tua biasanya melarang anak-anak ke sungai kalau hujan di gunung. Makanya, tidak ada korban jiwa lagi, ujar Akwaluddin. (467)

0 komentar: