SWARANG PATANG STUMANG

Sejarah Kelembagaan Rejang Jurukalang


Jurukalang merupakan bagian dari system Petulai dalam sejarah Suku Bangsa Rejang dan warga komunitasnya merupakan himpunan manusia (indigenous community) yang tunduk pada kesatuan Hukum yang dijalankan oleh penguasa yang timbul sendiri dari Masyarakat Hukum Adat, beberapa informasi yang digali dari beberapa sumber Petulai sering disamakan dengan perkataan Mego namun sampai saat ini definisi keduanya masih menjadi perdebatan pada tataran definisi dan konseptual.

Hanya satu cerita secara turun temurun yang menceritakan tentang sejarah asal usul kelembagaan ini adalah sebagai berikut[1];

Pada suatu masa dalam awal pemerintahan Bikau (generasi pasca pemerintahan Ajai) terjadinya suatu bencana, suatu malapeta yag hebat. Rakyat di wilayah Rejang banyak yang sakit dan kemudian meningal dunia. Segala usaha telah dilakukan dan dijalankan untuk mencegah dan menangkis becana tersebut tetapi semuanya tidak berhasil dan kemudian dimintaklah ramalan dari alhi nujum.

Menurut alhi nujum tersebut, yang menyebabkan kedatangan bencana tersebut adalah seekor beruk putih (monyet putih) yang berdiam di atas sebatang pohon yang besar, pohon Benuang Sakti. Kemana arah Beruk Putih tersebut berbunyi maka negeri-negeri yang dihadapinya akan mendapat bencana yang dimaksud. Maka atas kemupakatan ke empat petulai batang Benuang Sakti yang dimaksud oleh Ahli Nujum harus dicari sampai dapat dan kemudian di tebang. Usaha mencari batang atau pohon Benuang Sakti itu tidaklah dilakukan secara bersama-sama hanya ke satu arah, tapi tiap-tiap petulai berpencar untuk mencarinya dan menemukan pohon benung sakti yang diramalkan tersebut.

Jadi ada yang menuju kea rah timur, barat, ada yang keselatan dan ada pula yang ke utara. Hasilnya adalah yang pertama-tama menemukan pohon yang dicari itu adalah anak buah Bikau Bermano. Mereka segera mulai menebang pohon itu, tetapi bagaimanapun kuatnya mereka berusaha menebang batang pohon tersebut, pohon itu tidak juga roboh, malahan sebagai meminjam kata-kata riwayat: segumal runtuh tebalnya, dua gumpal bertambah, demikian pohon itu semakin dikapak semakin bertambah besar.

Dalam pada itu muncullah anak buah pimpinan Bikau Sepanjang Jiwo, sambil berkata dalam bahasa Rejang: bie puwes keme be ubei-ubei, uyo mako betemau (artinya; aduhai telah puas kami berduyun-duyun bersama mencari, sekarang barulah menemukannya.

Maka dikerahkanlah tenaga baru itu dan bersama-sama mereka semua mulai berusaha merebahkan pohon besar itu, tetapi jerih payah mereka itu juga tidak berhasil. Kemudian muncul pula anak buah pimpinan Bikau Bejenggo dan mereka pun segera turut membantu menebang pohon, tetapi pohon itu tidak juga roboh, malahan bukan semakin berkurang malah sebaliknya bertambah besar. Maka berkatalah anak buah Bikau Bermano dalam bahasa Rejang:

Keme yo kerjo cigai ade mania igai, anok buweak Bikau Sepanjang Jiwo bi teubei-ubei kulo, anok buweak Bikau Bejenggo bi gupuak kulo kerjo tapi ati kune kiyeu yo lok ubuak, berang kali anok buweak Bikau Bembo alang ne igai mako si lok ubuak kiyeu yo (artinya; kami telah bekerja hingga tak berdaya, anak buah Bikau Sepanjang Jiwo telah bersama-sama pula bekerja dan anak buah Bikau Bejenggo pun turut bersama-sama kerja, tetapi pohon ini tak juga roboh, barangkali anak buah Bikau Bembo yang menjadi penghalangnya)

Kebetulan pada waktu itu muncul anak buah Bikau Bembo dan karena kegirangan mereka menemukan bukan saja pohon yang dicari, tetapi juga menemukan juga orang-orang dari ketiga petulai yang telah berkumpul di situ, maka terlontarlah kata-kata dalam bahasa Rejang; pio ba ite telebong (artinya; disinilah kita berkumpul). Dan sejak peristiwa itu Renah Sekalawi berganti nama menjadi Lebong.

Kepada Bikau Bembo dan anak buahnya diceritakan oleh Bikau Bermano segala usaha mereka bertiga dalam menebang pohon Benuang Sakti yang tidak mau roboh-roboh itu. Maka mereka bemusyawarah mengenai peristiwa yang aneh ini dan sebagai hasil dari musyawarah itu ialah; mereka akan bertapa meminta petunjuk dari sang hiang dan para dewa bagaimana cara menebang pohon besar itu supaya roboh. Hasil mereka bertapa ialah bahwa pohon tersebut akan roboh kalau dibawahnya di galang oleh satu orang gadis, oleh karena anak buah Bikau Bembo belum kebagian tugas maka di mandatkan ke mereka untuk mencari gadis yang dimaksud, setelah gadis tersebut didapati, kemudian mereka bermusyawarah lagi untuk mencari jalan keluar agar gadis tersebut tidak menjadi korban ketika pohon tersebut roboh.

Dalam musyawarah tersebut ditetapkan bahwa mereka akan mengali parit yang besar untuk melindungi gadis yang dimaksud, maka digalilah parit Sembilan Hasta dalamnya dan Sembilan Hasta lebarnya dan di atas arit tersebut digalang pula pelupuh[2].

Pengalian parit dilakukan secara bersama dengan bergotong royong dan peran-peran tersebut adala ada yang semata-mata sebagai pengali, ada yang membuat pengalang/pelupuh, ada yang mencari bahan untuk penutup parit dan ada pula yang menyediakan konsumsi bagi orang-orang yang bekerja.

Setelah pekerjaan selesai, gadis itu dijadikan pengalang, maka mulailah pohon Benuang Sakti itu di tebang dan kemudian pohon tersebut roboh di atas tempat gadis itu berlindung. Dengan adanya parit tersebut maka terhindarlah gadis tersebut dari musibah maut dan beruk putih yang ada di pohon tersebut menghilang.

Kemudian petulai-petulai yang melakukan pekerjaan tersebut di beri nama sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan dalam proses penebangan kayu Benuang Sakti.

Petulai Bermano diberi nama Bermani yang merupakan asal kata dari bahasa Rejang Beram Manis yang berarti Tapai Manis, demikian juga dengan Petulai Tubey merupakan asal kata berubei-ubei (berduyun-duyun jika di Indonesiakan), dan Bikau Pejenggo diberi nama Selupuak yang merupakan asal kata berupei-upei yang berarti bertumpuk-tumpuk sedangkan Petulai Bikau Bembo.

Maka sejak peristiwa itu Renah Sekalawi berganti nama kemudian di sebut dengan Lebong dan ke empat Petulai ini bersepakat membentuk komunitas Rejang Empat Petulai yang menjadi inti sari dari Suku Rejang.

Penyebutan system Petulai ini kemudian menjadi perdebatan ketika banyak pihak juga sering menyamakan penyebutan Petulai dengan Mego, jika dilihat dari kebiasan yang ada di Jurukalang merupakan terjemahan local untuk menyebutkan Marga, ada beberapa literature terbitan penulis luar yang sering menyebutkan istilah Mego, Mego menurut Team AMARTA merupakan kesatuan kelembagaan yang terdiri dari beberapa kumpulan setingkat dusun atau kampong yang masing-masing berdiri sendiri sehingga dibutuhkan satu ikatan persekutuan dalam proses mengatur hubungan masing-masing komunitas tersebut, maka Mego atau Margo merupakan kelembagaan yang paling ideal yang memungkinkan suara-suara anak komunitas bias diakomudir dalam proses demokrasi di dalamnya, mego secara asal usul masih merupakan keturunan yang sama namun ada perbedaan dalam tata aturan local perbedaannya tidak pada substansi namun pata tataram implementasi ada yang didahulukan dan ada yang dikemudiankan.

Sedangkan petulai adalah kesatuan kekeluargaan yang timbul dari system unilateral (kebiasaanya disusurgulurkan kepada satu pihak saja) dengan system garis keturunannya yang partrinial (dari pihak laki-laki) dan cara perkawinannya yang eksogami, sekalipun mereka berada di mana-mana.[3]

Dari sejarah di Jurukalang saja Bikau Bembo yang berkedudukan di Suka Negeri dan Petulainya bernama Jurukalang, dari dusun asal ini bertebarlah petulainya melalui anak-anak keturunannya menurut garis keturunan laki-laki (patriacal) dengan jalan membuka dusun-dusun baru dalam bahasa Rejang di sebut menyusuk[4], yang pada mulanya hanya di wilayah Lebong tetapi kemudian meluas ke wilayah-wilayah Rejang seperti Lais, Rawas dan Lintang Pat Lawang.

Dari perkembangan yang ada di Jurukalang bahwa asal mula dusun-dusun baru yang mereka bina bukan saja karena keinginan untuk melakukan ekspansi tetapi lebih jauh karena kedudukan yang otonom di antara para lelaki Tuai Kutai dari dusun asal. Tiap-tiap dusun yang telah dibentuk mempunyai hak untuk megurus urusannya sendiri-sindiri dengan dipimpin oleh Tuai Kutai yang pada perkembangan selanjutnya di sebut dengan gelar Depati kemudian Ginde dan saat ini disebut dengan Kepala Desa, dusun-dusun ini sebenarnya merupakan adobsi dari bahasa luar Rejang dalam bahasa local Rejang Rejang dusun ini di sebut dengan Kutai, ada beberapa alasan penting dan bukti-bukti bahwa Kutai ini merupakan bahasa asli Rejang dalam menyebutkan Dusun, antara lain;

Ada beberapa kumpulan dalam sejarah Rejang di sebut dengan Kutai bukan dusun, di Jurukalang ada Kutai Mawua, Kutai Titik, Kutai Dinok, Kutai Rukem di Petulai Bermano dll
Keputusan yang diambil di tiap-tiap dusun biasanya diambil atas dasar musyawarah dan mupakat, di dalam prosesnya dipimpin oleh Tuai Kutai
Terdapatnya denda bagi pelanggaran eksogami yang disebut dengan Mas Kutai dan sampai saat ini di Jurukalang masih dilakukan jika terjadi pelanggaran
Perkataan dusun pertama kali di jumpai dalam karangan Marsden tahun 1779 sebagai terjemahan dari bahasa Inggris ‘village’
Di Jurakalang sehari-hari lebih sering di sebut Kutai dibanding dengan Dusun, dusun biasanya hanya untuk menyebutkan wilayah administrative ketimbang wilayah Adat
Dari uraian singkat tersebut bahwa Kutai adalah salah satu kesatuan Hukum masyarakat Adat asli Rejang yang berdiri sendiri, genelogis dan tempat berdiamnya jurai-jurai sedangkan Petulainya adalah patrinial eksogami. System kelembagaan ini pada tataran implementasi dijalankan secara kekeluargaan dan setiap keputusan yang bersingungan dengan komunitas yang lebih luas sehingga mengangu keseimbangan komunitas Kutai maka setiap persoalan ini selalu dimusyawarahkan di forum-forum Adat secara bersama-sama oleh tua-tua dusun, cerdik pandai Kepala Sukau di bawah pimpinan Tuai Kutai yang berpedoman pada Hukum Adat yang ditingalkan oleh leluhurnya yang dianggap suci.

Sehingga system kelembagaan di Jurukalang dari perjalanan awalnya hingga saat ini dapat di ambil kesimpulan bahwa Kutai adalah satu kesatuan masyarakat Hukum Adat tunggal dan genelogis dengan pemerintahan yang berdiri sendiri dan bersifat kekeluargaan di bawah pimpinan Tuai Kutai, dan Kutai yang disebut juga dengan dusun ini merupakan masyarakat Hukum Adat bawahan yang territorial di bawah kekuasaan seorang kepala marga yang bergelar pesirah; kepala dusun disebut dengan Proatin atau Depati atau Ginde dan semuanya takluk kepada kekuasaan Pesirah mereka masing-masing, Ginde atau seseorang yang menjadi Tuwai Kutai di mana Pesirah tersebut berkedudukan disebut dengan Pembarap.

Disusun oleh Erwin Basrin

[1] Cerita ini disadurkan dari beberapa sumber kemudian disempurnakan dengan mengunakan logika, dan kekuatan argument sumber dari masing-masing versi cerita, ada yang berpendapat sebagai pengalang bukan hanya satu orang tetapi tujuh orang, pemilihan satu versi satu orang gadis ini atas dasar cerita lain yang berhubungan dengan prosesi ini misalnya sejarah tentang keberadaan stingo lambing

[2] Pelupuak/Pelupuh adalah bamboo yang di bentuk seperti papan yang mempunya kekuatan dan daya lentur yang sangat pleksibel ketika di kasih beban dan tidak mudah patah, kebanyakan masyarakat di kampong-kampung mengunakan pelupuh sebagai bahan bangunan rumah sebelum di kenalnya kayu sebagai papan

[3] Prof. DR. H. Abdullah Siddik dalam Hukum Adat Rejang

[4] Ter Haar, asas-asas dan Susunan Hukum Adat (terjemahan Soebekti) Jakarta 1960

Puncak Penghijauan Dan Konservasi Alam Nasional

One Man One Tree selamatkan Bumi Penghijauan dan reboisasi sangat penting karena keseimbangan ekosistem dan ekologi lingkungan sangat dibutuhkan terlebih karena adanya pemanasan global yang mengakibatkan kelestarian lingkungan terancam. Hal tersebut tercetus dalam acara “Puncak Penghijauan dan Konservasi Alam Nasional yang diadakan di kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY (23/7).

Dalam acara ini, hadir Wakil Gubernur DIY Sri Paduka Paku Alam IX yang mewakili gubernur DIY, seluruh unsur Muspida DIY, para Kepala Dinas Kehutanan kabupaten/kota se-provinsi DIY dan para keapakla UPT Lingkup Departemen Kehutanan DIY. Dalam laporannya, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY Ir. Ahmad Dawam menyatakan bahwa hutan memiliki nilai konservasi yang harus dilestarikan di antaranya keanakeragaman hayati dan potensi pariwisata alam. Oleh karena itu, pemerintah dan rakyat harus bersatu dalam usaha melestarikan nilai konservasi yang dimiliki oleh hutan tersebut. Pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY telah mengadakan Lomba Penghijauan dan Konservasi Alam Nasional tingkat provinsi. Para pemenang lomba ini di antarany Kategori Kabupaten Peduli Kehutanan dimenangkan oleh Kabupaten Bantul. Kategori Desa/Kelurahan Peduli Kehutanan dimenangkan Desa Hargorejo Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo. Kader Konservasi Hutan dimenangkan Bapak Sugiyo dari Gunungkidul. Polisi Kehutanan dimeanngkan oleh Bapak Sujiono dari Balai KSDA Yogya. Kontes Pohon dimenangkan Bapak Murpiono dari Kulon Progo yang menanam pohon Sengon umur 7 tahun. Kategori Kecil Menanam Dewasa Memanen dimenangkan SD Giwangan Yogya. Dan terakhir, kategori Pecinta Alam dimenangkan MAPAGAMA Universitas Gadjah Mada. Melalui sambutannya yang dibacakan oleh Wagub DIY Sri Paduka Paku Alam IX, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan pentingnya menajga lingkungan dan mempertahankan kelestarian hutan. Seluruh pihak sangat dibutuhkan peran sertanya mulai dari anak-anak usia sekolah sampai para pelaku usaha. Masyarakat dapat ikut terlibat dengan menanam pohon di lingkungan tempat tinggalnya. Meski tempat tinggalnya tidak memiliki lahan luas sekalipun, tetap diharapkan perannya dengan cara menanam di dalam pot. Pemerintah pusat melalui Departemen Pertanian juga telah mencanangkan Pekan Penghijauan dan Konservasi Alam Nasional (PKAN) sejak tahun 1962. Program ini diadakan untuk mengapresiasi usaha para tokoh masyarakat yang peduli pada kehutanan dan kelompok tani yang telah melaksanakan usaha penghijauan dan konservasi alam. Pemerintah juga meluncurkan rangkaian kegiatan berupa Gerakan Cinta Hutan yang sekaligus memperingati hari Bhakti Rimbawan, program menanam satu orang satu pohon (one man one tree) dan lomba Penghijauan dan Konservasi Alam Nasionak (PKAN). Diharapkan melalui rangkaian kegiatan tersebut, masyarakat akan semakin sadar akan pentingnya menjaga lingkungan agar kelestarian lingkungan dapat diwariskan kepada generasi penerus bangsa. (satya) http://www.indonesia.go.id

Gerak Langkah Pembangunan Propinsi Bengkulu

Sejalan dengan visi dan misi yang diusung untuk membuat keadaan di Provinsi Bengkulu berubah menjadi lebih baik, maka berbagai langkah pembangunan telah dilakukan oleh pimpinan daerah Provinsi Bengkulu. Berbagai keterbatasan yang bertahun-tahun menjadi permasalahan klasik seperti ketertinggalan, keterisolasian, keterbatasan sumber daya manusia yang kapabel hingga, minimnya ketersediaan anggaran diupayakan untuk ‘didobrak’ dengan semangat membangun dan kerja keras.
Berbagai terobosan pembangunan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah daerah saat ini antara lain :
1. Perbaikan infrastruktur jalan antar daerah dan akses ke pusat-pusat kegiatan ekonomi masyarakat. Pemerintah daerah dengan dukungan pemerintah pusat berkomitmen untuk selalu dapat menyediakan sarana transportasi jalan raya yang lancar dan baik. Dengan instruksi khusus Gubernur Bengkulu, diberdayakan kembali mekanisme ‘Mandor Jalan’ untuk menjamin pengawasan di masing-masing ruas jalan.

2. Peningkatan volume penerbangan dari Provinsi Bengkulu ke daerah lain, terutama Jakarta dan Palembang. Hal ini diwujudkan dengan mempererat kerja sama dengan beberapa maskapai dan pelaku usaha di bidang ini. Diharapkan dengan hubungan udara yang lancar dan terjangkau akan dapat mendorong gerak laju perekonomian masyarakat Provinsi Bengkulu dan sekitarnya.

3. Revitalisasi Pelabuhan Samudera Pulau Baai dengan melaksanakan pengerukan kembali alur masuk perabuhan yang mengalami pendangkalan dan pembangunan berbagai sarana dan prasarana lainnya.

4. Pembangunan rel kereta api dari Kota Padang Kabupaten Rejang Lebong ke Pelabuhan Pulau Baai Kota Bengkulu. Pembangunan jalur ini dinilai sangat penting karena akan mengatasi keterisolasian yang selama ini telah menghambat perkembangan dan kemajuan Provinsi Bengkulu. Mega proyek ini akan melintasi gugusan bukit barisan sepanjang ± 300 kilometer. Prasarana transportasi masal ini sangat potensial membuat wilayah Provinsi Bengkulu menjadi salah satu jalur perlintasan perdagangan dan distribusi barang antar benua. Hal ini karena rel kereta api tersebut akan menghubungkan Pelabuhan Samudera Pulau Baai di sisi barat Pulau Sumatera dengan Pelabuhan Tanjung Siapiapi– Sumatera Selatan yang menghadap ke Selat Malaka. Pembangunan rel kereta api ini dapat dilaksanakan berkat kerja sama yang berhasil dikembangkan oleh Gubernur Bengkulu dengan beberapa investor swasta.

5. Pengembangan Tanaman Jarak sebagai salah satu alternatif sumber energi baru yang reversible. Meski ide ini tidak begitu saja diterima dan membumi di masyarakat, namun untuk kepentingan jangka panjang pemerintah daerah telah mulai mempeloporinya. Dan andaipun saat ini terobosan ini belum sepenuhnya dapat diaktualisasikan, setidaknya sudah ditanamkan kesadaran ‘berfikir cerdas’ kepada masyarakat bahwa ancaman krisis energi harus disikapi secara bijak dengan memanfaatkan potensi alam yang ada sebagai sumber bahan baku energi baru. Sehingga antrian panjang rakyat kecil yang menunggu giliran membeli minyak tanah dapat dikurangi bahkan tidak perlu terjadi lagi. Dan kenaikan harga bahan pokok rumah tangga akibat meroketnya harga minyak mentah dunia dapat diminimalisasi.
Penemuan seorang peneliti dari Universitas Brawijaya yang mengembangkan kompor dengan bahan bakar buah jarak menggantikan minyak tanah agaknya menjadi justifikasi bahwa ‘ide cerdas’ gubernur muda ini tidaklah berlebihan. Saat ini beberapa spot perkebunan jarak sudah mulai berkembang untuk menyambut era baru energi yang mandiri dan ramah lingkungan. Sewaktu-waktu nanti ketergantungan pada minyak bumi (baca : bahan bakar fosil ) harus beralih ke Bio Energi; dan memang seharusnya begitu.

6. Revitalisasi Pertanian dilakukan untuk meningkatkan produksi pertanian masyarakat. Kebijakan ini ditempuh karena sektor pertanian menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di Provinsi Bengkulu. Dengan revitalisasi pertanian akan memacu perkembangan produksi hasil pertanian yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Berbagai upaya yag telah di tempuh antara lain dengan pemberian bantuan 1000 unit hand tractor untuk petani sawah, penyediaan 10 juta bibit kelapa sawit unggul, pembangunan pabrik CPO dan pembukaan lahan pertanian baru seluas 1000 hektar.

7. Dalam rangka mendorong Provinsi Bengkulu untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi baru di wilayah barat Pulau Sumatera, pemerintah daerah memanfaatkan potensi keindahan alam dan berbagai aset sejarah yang dikemas dalam program pembangunan Kawasan Wisata Internasional. Kebijakan ini direalisasikan dengan pembangunan berbagai sarana dan prasarana wisata di kawasan wisata pantai panjang Kota Bengkulu yang memiliki keindahan dan keunikan tersendiri berupa gugusan pantai pasir putih sepanjang lebih dari 10 kilometer. Pembangunan sarana dan prasarana ini diselaraskan dengan revitasisasi berbagai aset wisata sejarah peninggalan kerajaan lokal, peninggalan kolonialis Inggris dan Belanda hingga situs sejarah masa perjuangan. Perbaikan sarana lingkungan dan wisata di kawasan perkotaan ini didesain untuk menjadi salah satu simpul yang dapat mendorong meningkatnya perkembangan sektor pertanian dan industri pertanian yang berkembang di kawasan pedesaan.

8. Menyadari bahwa hutan sangat menentukan kesinambungan kehidupan di bumi ini, maka Pemerintah Provinsi Bengkulu yang memiliki wilayah kawasan hutan lindung yang mencapai 2/3 dari seluruh wilayahnya berkomitmen untuk terus melestarikan ’paru-paru dunia’ tersebut. Kebijakan ini ditandai dengan komitmen yang tinggi untuk memelihara kawasan lindung berikut berbagai satwa dan plasma nuftah yang ada di dalamnya. Bahkan jauh sebelum diadakannya Konfrensi tentang Global Warming di Bali, Riyo Mori - Miss Universe 2007 – telah lebih dahulu diundang untuk mengunjungi kawasan hutan perawan Provinsi Bengkulu yang juga merupakan habitat bunga langka - Rafflesia Arnoldi - sebagai bahagian dari kampanye pelestarian kawasan hutan tropis dunia. Saat ini pemerintah daerah terus menggalakkan reboisasi di kawasan pantai dan lahan gundul untuk menjaga kelestarian lingkungan alam agar tetap segar dan lestari.